Prospek Blackberry (OS)
Kompetisi Layar Sentuh
Salah satu faktor pemicu sepinya penjualan BlackBerry adalah
keberhasilan iPhone, smartphone besutan Apple yang pertamakali muncul pada
tahun 2007.
Setahun kemudian, RIM sempat berupaya menghadirkan kompetitornya dalam
bentuk BlackBerry Storm. Sayang, produk itu tidak begitu sukses.
Mereka kemudian kembali ke khitah, yakni BlackBerry berkeyboard Qwerty. Dalam berbagai
kesempatan, kedua mantan CEO RIM itu menyatakan bahwa fokus mereka pada
smartphone Qwerty merupakan faktor pembeda BlackBerry dengan kompetitor.
Tetapi hal tersebut tak berarti mereka tidak berusaha untuk hadir di
segmensmartphone yang tengah naik daun itu. Sejumlah
upaya lain untuk menghadirkan perangkat layar sentuh juga telah
dilakukan. Namun, lagi-lagi mereka tak berhasil meraih perhatian pasar
secara signifikan.
Terus menurus digerus oleh Apple di Amerika Serikat, RIM memutuskan untuk
fokus ke pasar internasional. Dalam sebuah interview, Jim Balsillie,
menyebutkan, RIM memang menghadapi dilema. “Pasar Amerika Serikat terus fokus
ke smartphone kelas atas. Padahal di pasar internasional, pertumbuhan RIM
sangat pesat. Kami tidak bisa fokus ke dua-duanya secara bersamaan,” ucapnya.
Di sinilah mungkin kesalahan duet Mike Lazaridis dan Jim Balsillie. Fokus
ke pasar internasional memang sukses mendongkrak profit jangka pendek mereka.
Tetapi, pasar Amerika Serikat tetaplah merupakan trend setter bagi
pasar seluruh dunia.
Terbukti, pergeseran dari BlackBerry dan ponsel fitur seperti milik Nokia
dan produsen ponsel lain ke arah smartphone layar sentuh seperti milik Apple
dan Google Android, menyebar pula ke luar AS.
“Jika RIM ingin tumbuh di Amerika Serikat, mereka perlu punya produk yang
lebih baik dibanding iPhone atau Android,” kata James Faucette, analis dari
Pacific Crest.
Benar saja. Penggunaan smartphone layar sentuh terus meluas.
Popularitasnya meningkat, bahkan sampai membuat pengguna yang ada di segmen
utama RIM, yakni kalangan bisnis, ingin menggunakan smartphone layar sentuh
untuk bekerja.
Ketika kemudian muncul kebutuhan akan perangkat mobile berlayar sentuh
lebih lebar, yakni tablet PC, RIM masih tetap kesulitan menghasilkan perangkat
layar sentuh yang fenomenal.
Perangkat layar sentuh Apple dan produsen Android, baik smartphone atau tablet PC, semakin
diminati, di pasar internasional sekalipun. BlackBerry PlayBook, yang
diandalkan RIM untuk berseteru dengan iPad dan tablet Android, mengalami berbagai kendala sehingga tidak
mampu menarik minat pengguna. Tak kunjung mampu memperbaiki kondisi perusahaan,
akhirnya kedua CEO RIM itupun mengundurkan diri dari jabatannya.
Indonesia, BlackBerry Nation
Menurunnya minat penggemar BlackBerry di Amerika Serikat ternyata tidak
terjadi di semua penjuru Bumi. Di Indonesia misalnya, yang terjadi justru
sebaliknya. BlackBerry tetap menjadi primadona dan terus diburu.
Fenomena berikut yang menjelaskan hal itu. Pagi buta, 25 November 2011,
ribuan orang berkumpul di depan Pacific Place. Mal itu belum buka, tapi mereka
antusias menunggu Bellagio, seri BlackBerry pertama yang diluncurkan perdana di
Indonesia, bukan di negara lain di belahan Bumi. Perburuan BlackBerry terbaru
itu pun berakhir ricuh seiring membludaknya peminat yang ingin membeli.
Besarnya pasar Indonesia bagi BlackBerry memang sudah tak diragukan lagi.
Satu stasiun televisi Kanada, CBC News, bahkan membuat liputan yang mengungkap
betapa berjayanya BlackBerry di Indonesia, hingga Indonesia pun mendapat
sebutan: BlackBerry Nation.
RIM menyebutkan, jumlah pelanggan BlackBerry di Indonesia terus bertambah
dan diperkirakan akan berlipat. Dari sekitar 5 juta pelanggan mereka saat ini
menjadi sekitar 9,7 juta pelanggan di tahun 2015.
Coba bandingkan dengan smartphone besutan Apple yang dijual Telkomsel dan
XL, operator penyedia perangkat dan layanan untuk iPhone di Indonesia. Sejak
beredar secara resmi sekitar 3 tahun terakhir, penggunanya baru mencapai 250
ribu pelanggan. Angka ini jauh di bawah BlackBerry.
Lembaga riset Canalys menyebutkan, tahun 2009, BlackBerry baru menguasai
9 persen pasar smartphone di Indonesia. Di saat yang sama, RIM masih menguasai
53 persen pasar smartphone di Amerika Serikat.
Tahun berikutnya, saat popularitas iPhone dan Android meningkat,
RIM tinggal memiliki 35 persen pasar smartphone di AS. Di Indonesia pasarnya
malah naik, menjadi 34 persen dari total seluruh pasar telepon pintar.
Jika di 2011 pangsa pasar RIM di AS merosot tinggal 13 persen, di
Indonesia BlackBerry malah menggila. Sebanyak 47 persen smartphone yang beredar
di negeri ini merupakan perangkat besutan RIM.
Mengapa BlackBerry bisa demikian populer di Indonesia? Pew Research
Center, lembaga periset opini konsumen global, pada 20 Desember 2011 lalu
mengungkapkan hasil studi mereka terhadap pengguna telepon dan Internet di 21
negara di dunia.
Salah satu temuan mereka, texting, atau berkirim pesan, menyebar luas
baik di negara maju ataupun berkembang. Berkirim pesan juga menjadi hal yang
kerap dilakukan oleh pengguna ponsel di dua negara termiskin yang disurvei,
yakni Indonesia dan Kenya.
Khusus di Indonesia, Pew Research Center menyatakan bahwa hingga 55 persen
dari 240 juta penduduk Indonesia, telah memiliki ponsel, dan 96 persen pengguna
ponsel di negeri ini gemar saling kirim teks. Indonesia juga merupakan negara
di mana penduduknya paling aktif menggunakan situs jejaring sosial dan
berinteraksi di dunia maya.
Pada saat yang bersamaan, menurut data World Bank, Indonesia
mengalami pertumbuhan penduduk kelas menengah yang cukup tinggi. Negeri ini
juga menjadi negara dengan ekonomi terbesar di kawasan Asia Tenggara dan
diperkirakan tumbuh 6,5 persen pada tahun 2011 lalu.
Warga kelas menengah ini, yang banyak menggunakan internet dan perangkat
telekomunikasi dalam kehidupan sehari-hari mereka, juga gemar berkirim pesan.
Dan layanan BlackBerry Messenger yang ditawarkan RIM lewat perangkat mereka,
membuat warga kelas menengah di Indonesia sangat terakomodasi kebutuhannya.
Warren Buffett Canada
Hal-hal tersebut mungkin yang menjadi salah satu alasan bagi Prem Watsa, investor ternama di Canada yang dijuluki sebagai “Warren Buffett Canada” untuk justru melipatgandakan kepemilikan sahamnya di RIM dari 11,8 juta saham menjadi 26,85 juta saham.
Hal-hal tersebut mungkin yang menjadi salah satu alasan bagi Prem Watsa, investor ternama di Canada yang dijuluki sebagai “Warren Buffett Canada” untuk justru melipatgandakan kepemilikan sahamnya di RIM dari 11,8 juta saham menjadi 26,85 juta saham.
Watsa, melalui Fairfax Financial Holding Ltd., kini menguasai 5,12 persen
saham RIM yang bernilai sekitar US$437 juta, berdasarkan penutupan harga 26
Januari 2012. Watsa juga masuk dalam jajaran direksi RIM
Fairfax menyatakan bahwa pembelian saham RIM merupakan investasi yang
sangat menarik karena harga sahamnya jauh di bawah nilai perusahaan dan jumlah
pelanggan maupun pendapatan terus menunjukkan peningkatan.
Para analis memperkirakan masuknya Watsa bisa meningkatkan kepercayaan
pasar terhadap masa depan BlackBerry pascapengunduran diri duo pendirinya.
“Ini semacam vote of confidence di tengah situasi RIM
saat ini. Atau Watsa berpikir ada sesuatu yang dapat digali di perusahaan
tersebut,” kata Adnaan Ahmad, analis Berenberg Bank di London, seperti dikutip
Bloomberg, 27 Januari 2012.
Dia menambahkan, “Watsa adalah investor yang sangat dihormati. Ia seperti
Warren Buffett-nya Canada, dan harga saham RIM harusnya naik.”
Dan harga saham RIM memang naik sekitar 3,5 persen menjadi US$16,83, pada
27 Januari 2012, pukul 9.35 pagi, waktu New York.
“Langkah Watsa memberikan peningkatan sentimen psikologis yang sangat
signifikan terhadap RIM,” kata Ian Nakamoto, Direktur Riset MacDougall
MacDougall and MacTier Inc. di Toronto, yang mengelola berbagai aset,
termasuk saham RIM, bernilai sekitar 4 miliar dolar Canada.
Prospek biasa-biasa saja: Pengembangan aplikasi BlackBerry
di Indonesia harus didukung dengan kemudahan transaksi pembelian, jika itu
tidak dilakukan, maka user dan developer pasti sudah mencari platform yang
lain. Misal jika aplikasinya memang free, kemungkinan developer akan memilih
Android. Sementara itu, jika ingin berbayar, maka akan memilih Nokia. Saat ini
perangkat Blackberry memang banyak digunakan di Indonesia, tapi RIM harus jeli
dan mampu menilai segmen pasar seperti apa Indonesia.
Prospek cerah: Basis komunitas di Indonesia sangat kuat
Prospek suram: Kemungkinan akan kalah saingan dengan
Android dan iPhone
Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar